
Overthinking di Malam Hari? Mungkin Ini yang Ingin Disampaikan Pikiranmu.
Lampu kamar sudah padam, tubuh sudah lelah luar biasa, tapi otak Anda justru baru saja menyalakan proyektornya. Layar di langit-langit kamar batin Anda mulai memutar film yang sama setiap malam: adegan percakapan canggung tadi siang yang diputar ulang, trailer film horor tentang semua kemungkinan buruk di masa depan, dan film dokumenter penuh penyesalan tentang keputusan di masa lalu.
Anda lelah. Anda hanya ingin tidur. Tapi pikiran Anda terasa seperti seekor hamster yang berlari di dalam roda—kencang, berisik, tapi tidak pernah sampai ke mana-mana. Kita menyebutnya overthinking. Dan kita membencinya.
Insting pertama kita adalah melawannya. "Ssst, diam!" kata kita pada otak kita sendiri. Kita mencoba mengalihkannya dengan musik, podcast, atau scrolling tanpa akhir. Tapi semakin dilawan, ia semakin kencang berteriak.
Sekarang, bagaimana jika kita salah strategi selama ini?
Bagaimana jika ‘serangan’ overthinking di malam hari ini bukan musuh yang harus diperangi, melainkan seorang kurir yang membawa pesan penting? Pesan dari bagian terdalam diri Anda yang seharian ini Anda abaikan. Mungkin, pikiran Anda tidak sedang berusaha menyiksa Anda; ia hanya sedang berusaha menyampaikan sesuatu.
Menerjemahkan Bahasa Bising dari Pikiran Anda
Saat siang hari, kita terlalu sibuk. Notifikasi, pekerjaan, dan interaksi sosial menjadi perisai yang efektif untuk menekan perasaan dan kekhawatiran. Namun di malam hari, dalam keheningan, semua yang terpendam itu akhirnya punya panggung.
Overthinking adalah cara otak kita yang canggung untuk berkata: "Hei, ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan." Pesannya biasanya jatuh ke dalam salah satu dari empat kategori ini:
1. Pesan: "Ada Masalah yang Belum Kamu Selesaikan." Pikiran yang terus memutar ulang sebuah skenario—misalnya, presentasi penting besok atau percakapan sulit dengan pasangan—adalah upaya otak untuk mencari solusi. Ia sedang mencoba semua kemungkinan, mencari strategi terbaik. Masalahnya, di malam hari, tanpa energi dan informasi baru, ia hanya berputar di tempat. Ini seperti membuka puluhan tab browser tentang satu topik yang sama, membuat seluruh sistem menjadi lambat dan panas.
2. Pesan: "Ada Emosi yang Belum Kamu Validasi." Rasa kecewa karena pujian yang tak kunjung datang, rasa marah karena diremehkan, atau rasa sedih karena sebuah kehilangan. Emosi-emosi ini sering kita tekan di siang hari demi terlihat "profesional" atau "baik-baik saja". Di malam hari, emosi itu menuntut untuk diakui. Pikiran yang mengulang-ulang kejadian pemicunya adalah cara jiwa Anda berkata, "Tolong akui, tadi itu rasanya sakit."
3. Pesan: "Ada Kebutuhan Dasarmu yang Terancam." Kekhawatiran berlebih tentang keuangan, stabilitas pekerjaan, atau masa depan hubungan seringkali merupakan sinyal bahwa kebutuhan dasar Anda akan rasa aman dan kepastian sedang goyah. Otak Anda sedang menjalankan simulasi bencana untuk mempersiapkan Anda dari ancaman yang ia rasakan. Ia tidak sedang mencoba menakut-nakuti, ia sedang mencoba melindungi.
4. Pesan: "Ada Nilai-Nilaimu yang Sedang Dilanggar." Pernahkah Anda terus memikirkan sebuah situasi di kantor yang terasa "tidak benar"? Mungkin atasan Anda berbohong, atau Anda diminta melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani. Overthinking dalam kasus ini adalah alarm moral. Bagian terdalam diri Anda sedang memberitahu bahwa ada ketidakselarasan antara tindakan Anda (atau lingkungan Anda) dengan nilai-nilai inti yang Anda pegang, seperti kejujuran, keadilan, atau integritas.
Cara Menjadi ‘Penerima Pesan’ yang Baik (Agar Anda Bisa Tidur Nyenyak)
Tujuan kita bukanlah membungkam si kurir pesan, melainkan menerima pesannya, berterima kasih, dan menyuruhnya kembali lagi besok pada "jam kerja". Berikut adalah strateginya:
Langkah 1: Jangan Melawan, Sapalah Pikirannya Saat pikiran itu datang, ganti respons "Ssst, diam!" menjadi "Oke, aku dengar kamu." Sapalah ia tanpa penghakiman. Contoh: "Halo pikiran cemas soal presentasi besok, aku tahu kamu datang. Terima kasih sudah mengingatkan." Langkah sederhana ini akan mengurangi konflik internal dan menurunkan level kepanikan.
Langkah 2: Sediakan ‘Buku Catatan Khawatir’ di Samping Tempat Tidur Ini adalah alat paling ampuh. Daripada membiarkan pikiran itu berputar di kepala, eksternalisasikan. Tulis semua kekhawatiran yang muncul di sebuah buku catatan. Tuangkan semuanya tanpa disensor. Tindakan menulis ini secara ajaib memindahkan beban dari kepala ke kertas dan memberi sinyal pada otak, "Pesan sudah diterima. Tidak akan hilang."
Langkah 3: Jadwalkan ‘Waktu Khawatir’ untuk Besok Setelah menuliskannya, buatlah janji dengan pikiran Anda. Katakan dalam hati, "Oke, terima kasih atas semua catatan ini. Kita akan bahas ini semua secara khusus besok sore jam 5, selama 15 menit. Sekarang, waktunya istirahat." Dengan memberikan slot waktu yang spesifik, Anda memberi otak Anda izin untuk melepaskannya untuk sementara waktu.
Langkah 4: Lakukan Ritual ‘Penutup’ yang Menenangkan Setelah menulis dan menjadwalkan, lakukan sesuatu untuk menandai bahwa sesi "menerima pesan" sudah selesai. Ini bisa berupa:
- Mengambil 5 tarikan napas dalam dan panjang.
- Fokus pada sensasi fisik: rasakan beratnya selimut di tubuh Anda atau empuknya bantal di kepala Anda.
- Mendengarkan musik instrumental yang tenang.
Ritual ini membantu otak Anda beralih dari mode "analisis" ke mode "istirahat".
Malam ini, saat pikiranmu kembali riuh, coba jangan langsung mengusirnya. Perlakukan ia bukan sebagai penyusup, melainkan sebagai bagian dari dirimu yang sedang butuh didengarkan.
Coba tanyakan dengan lembut, "Ada pesan apa untukku malam ini?"
Anda mungkin akan terkejut. Menerima pesan itu dengan benar tidak hanya akan membuat tidur Anda lebih nyenyak, tapi juga membuat hari esok Anda lebih bijaksana.